Pertama:
Membaca Al-Fatihah Adalah Rukun Shalat
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda yang artinya, “Tidak ada shalat bagi
orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al Fatihah).” (HR. Bukhari dan Muslim
dari Ubadah bin Shamitradhiyallahu ‘anhu)
Dalam
sabda yang lain beliau mengatakan yang artinya, “Barangsiapa yang shalat tidak
membaca Ummul Qur’an (surat Al Fatihah) maka shalatnya pincang (khidaaj).” (HR.
Muslim)
Makna
dari khidaaj adalah kurang, sebagaimana dijelaskan dalam hadits tersebut,
“Tidak lengkap”. Berdasarkan hadits ini dan hadits sebelumnya para imam seperti
imam Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan para sahabatnya, serta mayoritas
ulama berpendapat bahwa hukum membaca Al Fatihah di dalam shalat adalah wajib,
tidak sah shalat tanpanya.
Kedua:
Al Fatihah Adalah Surat Paling Agung Dalam Al Quran
Dari
Abu Sa’id Rafi’ Ibnul Mu’alla radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallamberkata kepadaku, “Maukah kamu aku ajari sebuah
surat paling agung dalam Al Quran sebelum kamu keluar dari masjid nanti?” Maka
beliau pun berjalan sembari menggandeng tanganku. Tatkala kami sudah hampir
keluar maka aku pun berkata; Wahai Rasulullah, Anda tadi telah bersabda, “Aku
akan mengajarimu sebuah surat paling agung dalam Al Quran?” Maka beliau
bersabda, “(surat itu adalah) Alhamdulillaahi Rabbil ‘alamiin (surat Al
Fatihah), itulah As Sab’ul Matsaani (tujuh ayat yang sering diulang-ulang dalam
shalat) serta Al Quran Al ‘Azhim yang dikaruniakan kepadaku.” (HR. Bukhari,
dinukil dari Riyadhush Shalihin cet. Darus Salam, hal. 270)
Wahai
Saudaraku, Hargailah Waktu!
waktu
adalah pedang.
jika kamu tidak menebasnya ia akan menebasmu.
Bila
kita perhatikan, sebenarnya Islam lebih besar memberi perhatian terhadap waktu.
Allah sendiri bersumpah dengan keseluruhan waktu yang ada; demi waktu subuh,
demi waktu dzuha, demi waktu siang, demi waktu sore, demi waktu malam dan
semisalnya.
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
ﻧِﻌْﻤَﺘَﺎﻥِ ﻣَﻐْﺒُﻮﻥٌ
ﻓِﻴﻬِﻤَﺎ ﻛَﺜِﻴﺮٌ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺍﻟﺼِّﺤَّﺔُ ﻭَﺍﻟْﻔَﺮَﺍﻍُ
“Ada
dua nikmat yang manusia sering dilalaikan (rugi) di dalamnya yaitu sehat dan
waktu luang (kesempatan).” (HR. Bukhari dan Ahmad dari Ibnu Abbas radliyallah
‘anhuma).
Waktu
tidak akan kembali
Waktu
tidak mengenal kembali barang sesaat. Setiap menit, jam, hari, minggu, bulan,
atau tahun yang telah berlalu tidak akan kembali lagi. Kita tidak akan
menjumpainya untuk kedua kalinya.
Imam
Al Hasan Al Bashri mengatakan, “demi Tuhan yang jiwaku berada di genggaman-Nya,
tidaklah pagi hari muncul kecuali dia akan berseru, “hai anak Adam, gunakanlah
aku sebaik-baiknya, karena demi Allah, aku tidak akan kembali kepadamu hingga
hari kiamat.”
Waktu
berkata,”hai anak Adam, gunakanlah aku sebaik-baiknya, karena demi Allah, aku
tidak akan kembali kepadamu hingga hari kiamat.”
Ratapan
ahli neraka agar dikembalikan lagi ke dunia barang sesaat untuk berbuat baik
tidak akan pernah terpenuhi, karena waktu tidak akan kembali. Kesempatan tidak
akan berulang.
Sedangkan
terhadap orang beriman yang kurang menghargai waktu, Allah menjelaskan, ” . . .
lalu ia berkata: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku
sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk
orang-orang yang shaleh?” Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan
(kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Munafiqun: 10-11)
Imam
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “setiap yang menyia-nyiakan kesempatan
beramal shalih akan menyesal ketika datang kematian. Ia meminta dipanjangkan
waktu walau sebentar untuk bertaubat dan mendapatkan kembali apa yang telah
luput darinya. Tidak mungkin bisa, yang lalu telah berlalu, telah datang apa
yang harus datang. Dan setiap orang menyesal sesuai dengan penyia-nyiannya.”
Setiap
yang menyia-nyiakan kesempatan beramal shalih akan menyesal ketika datang
kematian. Ia meminta dipanjangkan waktu walau sebentar untuk bertaubat dan
mendapatkan kembali apa yang telah luput darinya. . .
0 komentar:
Posting Komentar